Text
Kekerasan budaya pasca 1965 : bagaimana Orde Baru melegitimasi anti-komunisme melalui seni dan sastra / Wijaya Herlambang
Orde Baru sukses dalam memelintir sejarah kiri di Indonesia untuk mencitrakannya sebagai ideologi iblis yang menjadi ancaman terbesar bagi negara. Terbukti, jauh sesudah Orde Baru jatuh, anti-komunisme tetap bercokol kuat dalam masyarakat Indonesia. Buku ini menjelajahi kembali faktor-faktor yang membentuk dan memelihara ideologi anti-komunis itu, bukan saja sebagai hasil dari kampanye politik, melainkan juga hasil dari agresi kebudayaan, terutama melalui pembenaran atas kekerasan yang dialami oleh anggota dan simpatisan komunis pada 1965-1966.
Buku ini menganalisis upaya pemerintah Orde Baru beserta agen-agen kebudayaannya dalam memanfaatkan produk-produk budaya untuk melegitimasi pembantaian 1965-1966. Dengan bukti-bukti empiris ditunjukkan bahwa intervensi langsung CIA kepada para penulis dan budayawan liberal Indonesia untuk membentuk ideologi anti-komunisme bukanlah isapan jempol belaka. Siapa saja penulis yang terlibat? Bagaimana metodenya? Sebagai tambahan, buku ini juga menganalisis perlawanan kelompok-kelompok kebudayaan Indonesia kontemporer terhadap warisan anti-komunisme Orde Baru itu.
The fall of Indonesia's New Order in 1998 was not followed by the demise of anti-communist ideology. On the contrary anti-communism remains strong within the community. This book traces some of the determinant factors which contributed to the establishment and the survival of anti-communism in Indonesia. This book argues that the survival of anti-communist ideology was not only a result of political campaigning but also and more importantly cultural aggression against communism, particularly through the justification of the violence experienced by the alleged communist members in 1965-1966.The justification of the 1965-1966 violence which was carried out by the New Order government and its cultural agents through cultural products fundamentally underpinned the viewpoint of communism as the ultimate enemy of the nation. This book also argues that the legitimisation of the 1965-1966 violence was no less brutal than the act of violence itself.By focusing on the discussion of how the New Order government and its cultural agents utilised cultural products in legitimating violence against communists, this book attempts to explore the ways in which the 1965-1966 violence was normalised.
B4200006641 | 320.9598 WIJ k | My Library (Ilmu politik dan Pemerintahan) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain