Text
Jurnalisme di Luar Algoritma : Reportase dalam Catatan Perjalanan
Buku ini bukan nostalgia. Seperempat abad menjadi wartawan bukan sesuatu yang patut dibanggakan, apalagi dirayakan. Mengenang mungkin sekadar membuka album foto lama: mengingat bahwa kita pernah berada pada suatu masa, di suatu tempat, dalam sebuah konteks peristiwa. Juga ekspresi rasa syukur bahwa suatu tempat dan suatu masa itu pernah kita tandai dalam sebuah catatan jurnalistik.
Buku ini diniatkan sebagai sarana berbagi: bahwa jurnalisme bukan semata persoalan kecepatan, air deras yang berkecipak di permukaan sungai, meminjam Goenawan Mohamad, melainkan sesuatu yang mengendap dan menjadi sedimen. Endapan itu diharapkan lebih kekal: sesuatu yang menaklukkan waktu untuk muncul kembali ke permukaan sebagai referensi manakala peristiwa baru terjadi.
Persoalan sedimen dan ciprat air di permukaan itu menjadi relevan belakangan ini. Kita tahu algoritma hari hari ini telah jadi lazim. Media berlomba-lomba mengejar kecepatan: menyajikan berita terkini seolah-olah manusia tidak bisa menunggu untuk segera tahu apa yang terjadi. Makin cepat berita disajikan-disertai pilihan kata yang sesuai dengan kaidah mesin pencari-makin dianggap unggul media itu.
Kecepatan dan keramahan pada search engine menjadi dua kunci sukses finansial sebuah media. Algoritma yang bisa berarti positif--membantu jurnalis mengenali kebutuhan pembaca-telah mendorong awak media ke arah yang lancung. Kita tahu pelbagai kekisruhan terjadi karena sisi buruknya: berita sensasional, berita bohong, dan berita pengait klik hanyalah beberapa contoh.
B450007887 | 070.4 ARI j | My Library (Karya Umum) | Tersedia |
B450007887.c2 | 070.4 ARI j | My Library (Karya umum) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain