Text
Shogun Jilid 3
Tahun 1600. Dalam ujung pelayaran mengelilingi setengah dunia, nakhoda Inggris John Blackthorne terdampar di Jepang—negeri menakjubkan dengan kebudayaan yang asing baginya dan penuh intrik. Blackthorne mendapati dirinya terlibat dalam pertarungan antarkubu samurai dan harus bertahan dalam dunia baru di mana perkara kehormatan bisa menentukan antara hidup dan mati. Pertemuan Blackthorne dengan Toranaga, seorang pemimpin yang lihai, dan Mariko, perempuan ahli bahasa yang jelita dan penuh rahasia, membuatnya terlibat berbagai petualangan, pengkhianatan, dan cinta.
Pergelutan memperebutkan kekuasaan tertinggi atas Jepang mendekati puncak. Yoshi Toranaga mesti mengerahkan segala kelihaiannya dalam percaturan politik maut yang menentukan nasib dirinya dan negerinya. Sementara itu, Blackthorne dan Mariko harus menghadapi ujung takdir kisah cinta keduanya, yang penuh bahaya dan mesti dijalani dalam rahasia—sambil Toranaga mengatur jalan hidup keduanya sebagai pion dalam strategi besarnya untuk menjadi sang penguasa mutlak Jepang: Shōgun.
Prolog:
Erasmus tampak gemerlapan dalam cahaya Matahari siang di dermaga Edo, begitu gagah. “Tuhan Yesus di surga, Mariko, lihatlah dia! Kamu pernah lihat kapal seperti ini? Lihat!” Kapal Blackthorne ada di balik pagar pembatas yang berjarak seratus langkah, tertambat ke dermaga dengan tambang baru. Keseluruhan daerah sekitarnya dijaga ketat, ada banyak samurai di atas geladak kapal itu, dan banyak tanda yang menyatakan dilarang masuk tanpa izin Daimyo Toranaga. Erasmus tampak baru dicat dan dilapisi ter, geladaknya bersih, lunasnya dan layar-layarnya sudah diperbaiki. Tiang layar depan yang patah ketika badai sudah diganti dengan cadangan terakhir yang ada di lambungnya, dipasang dengan sudut sempurna. Semua ujung tambang disimpul rapi, semua meriam mengkilap diminyaki. Dan bendera Singa Inggris yang sudah compang-camping berkibar di atas semuanya. “Ahoy!” teriak Blackthorne dengan girang dari luar pagar, tapi tidak ada yang menjawab. Salah seorang penjaga memberitahunya bahwa sedang tidak ada orang barbar di atas kapal itu. “Shigata ga nai, apa boleh buat,” kata Blackthorne. “Domo.” Dia menahan ketidaksabarannya untuk segera naik, dan tersenyum ke Mariko. “Seolah dia baru keluar dari galangan di Portsmouth, Mariko-san. Lihat meriamnya—sudah diurus dengan baik. Cantik, ne? Aku ingin segera bertemu Baccus, Vinck, dan yang lain. Tidak pernah kusangka aku akan melihatnya lagi dalam keadaan begini. Yesus Kristus, dia cantik sekali, ne?”
Mariko memandangi Blackthorne, bukan kapal. Mariko merasa terlupakan. Tergantikan
Tidak apa-apa, kata Mariko ke diri sendiri. Perjalanan kami sudah selesai.
Tidak tersedia versi lain