Sejatinya menghadap ke mana pun, kita melihat kebesaran Allah yang membuat kita menyebut nama-Nya. Bukan hanya di Ka‘bah, tapi juga di gubuk-gubuk orang miskin, di rumah-rumah yatim, bahkan di lembaga pemasyarakatan. Masjid bisa roboh, Ka‘bah bisa sepi, tapi hati manusia yang beriman akan abadi dalam ketaatan dan kecintaan pada-Nya.
Setelah dilarang pulang ke tanah airnya pasca Perang Enam Hari tahun 1967, penyair Mourid Barghouti menghabiskan tiga puluh tahun masa hidupnya dalam pembuangan—mengembara ke kota-kota dunia, tanpa merasakan kedamaian di kota manapun; tercerai dari keluarga bertahun-tahun; tak pernah bisa memastikan apakah dia seorang pelancong, pengungsi, warga, atau seorang tamu. Ketika berhasil pulang keIs…