Lelaki cadel itu tak pernah bisa melafalkan huruf “r” dengan sempurna. Ia “cacat” wicara tapi dianggap berbahaya. Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bukan burung merak yang memesona. Namun, bila penyair ini membaca puisi di tengah buruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap sebagai agitator, penghasut. Selebaran, poster, stensilan, …
Buku ini bukan nostalgia. Seperempat abad menjadi wartawan bukan sesuatu yang patut dibanggakan, apalagi dirayakan. Mengenang mungkin sekadar membuka album foto lama: mengingat bahwa kita pernah berada pada suatu masa, di suatu tempat, dalam sebuah konteks peristiwa. Juga ekspresi rasa syukur bahwa suatu tempat dan suatu masa itu pernah kita tandai dalam sebuah catatan jurnalistik. Buku ini …